Senin, 14 Maret 2011

Pesantren Apik Tuan Rumah FMP3 se Jawa-Madura

11.41 |

Kendal, Secara historis, sebelum NU berdiri, para ulama dan kyai sudah banyak melakukan diskusi atau dialog yang berkaitan dengan permasalahan keagamaan dan isu-isu sosial dan masyarakat. Budaya pengkajian keagamaan melalui dialog ini berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah Bahtsul Masail yang sangat kental dengan Kyai dan Ulama NU. Melalui Bahtsul Masail, kyai dan ulama telah memosisikan dirinya sebagai kontrol sosial sekaligus pengayom masyarakat melalui pembaruan hukum.

Demikian disampaikan oleh KH Sholahuddin Humaidullah, Pengasuh Pondok Pesantren APIK (Asrama Perguruan Islam Kaliwungu) kapasitasnya sebagai tuan rumah dalam acara pembukaan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa dan Madura di Masjid Almuttaqin Kaliwungu, Kendal, Ahad (13/3).

Pada kesempatan itu, hadir pula Hasyim Muzadi sebagai tamu sekaligus sebagai pembuka pada acara tersebut. Selain membuka acara, Hasyim Muzadi juga memberikan motivasi serta menyampaikan harapan di hadapan ratusan santri perwakilan dari seratus-an pondok pesantren putri salaf dari Jawa dan Madura.

"Ketika perkembangan zaman begitu cepat, teknologi dan keilmuan terlihat mengalami kemajuan yang tidak terbendung. Karena itu NU dan Pesantren di bawah NU harus melakukan proses kaderisasi di bidang kajian. Para santri memiliki kewajiban meneruskan perjuangan Ulama dan Kyai, paparnya Hasyim.

Pada acara tersebut, panitia FMP3 se-Jawa dan Madura mengundang dua ratus pondok pesantren salaf putri, tetapi yang tercatat sebagai peserta yang hadir ada sekitar lima puluhan pondok pesantren.

Dalam acara tersebut, seluruh perwakilan pesantren melaksanakan diksusi yang dikemas dalam bingkai Bahtsul Masail. Dan ini merupakan kali ketiga diadakan forum Bahtsul Masail bagi santri salaf putri se Jawa dan Madura yang rutin dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. FMP3 sendiri diadakan pertama kali oleh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiat , Lirboyo, Jawa Timur, dan sampai sekarang berpusat di sana.

Persoalan sosial yang menjadi topik utama pembahasan dalam Bahtsul Masail kali ini adalah tentang nasib Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang disiksa oleh majikannya.

"sebagai kaum wanita, sudah seharusnya santri putri melakukan kajian khusus mengenai nasib kaum kita yang bekerja di luar negeri dan sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari majikannya” tegas ketua panitia sekaligus ketua FMP3, Maziyah dari Pondok Pesantren Aribatul Islami, Kaliwungu, Kendal di sela-sela acara.

Bahtsul Masail yang dilaksanakan santri putri merupakan suatu pergerakan progresif yang baik di lingkungan pesantren, mengingat pesantren selama ini terlihat sebagai sub kultur yang mengesampingkan suara perempuan dalam mengambil keputusan/hukum baik keagamaan maupun sosial. Selain itu, bahtsul masail tersebut secara tidak langsung telah mengajak para santri untuk terus membuka dasar hukum berupa kitab-kitab kuning sebagai landasan berideologi.

"kami ingin, santri putri terus melakukan aktualisasi zaman dengan tetap merujuk pada kitab kuning, karena sekarang ini sudah jarang santri yang mempelajari kitab kuning sebagai landasan hukum mereka," tambahnya. (aml/NU Online)


Perlu Dibaca Juga :


0 komentar:

Posting Komentar